Pancasila adalah
ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sansekerta: pañca berarti
lima danśīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, peranan Pancasila mengalami pasang
surut tergantung kondisi politik dan pemerintahan yang ada pada jaman atau
eranya.
Pancasila bukan milik
sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila
juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu.
Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan
arsitektural yang bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila
akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan
akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak
akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!
Lima sendi utama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Dalam upaya merumuskan
Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang
dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu
:
§ Lima Dasar oleh Muhammad
Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar
sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri
Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang
dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan
yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya
meragukan pidato Yamin tersebut.
§ Panca Sila oleh Soekarno
yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945. Sukarno mengemukakan dasar-dasar
sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan,
dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan
oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
Sekarang banyaknya
prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan,
lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan
petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya
azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara
Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan
Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah :
§ Rumusan Pertama :
Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni 1945
§ Rumusan Kedua :
Pembukaan Undang-undang Dasar – tanggal 18 Agustus 1945
§ Rumusan Ketiga :
Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949
§ Rumusan Keempat :
Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950
§ Rumusan Kelima :
Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli
1959)
Sejarah pembuatan
Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di kemudian hari kepada
bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada
tanggal 7 September 1944. Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1 Maret
1945 (2605, tahun Showa 20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.
Organisasi yang
beranggotakan 74 orang (67 orang Indonesia, 7 orang Jepang) ini mengadakan
sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 untuk merumuskan
falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Selama tiga hari itu tiga orang,
yaitu, Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, menyumbangkan pemikiran mereka
bagi dasar negara Indonesia.
Dalam pidato
singkatnya hari pertama, Muhammad Yamin mengemukakan 5 asas bagi negara
Indonesia Merdeka, yaitu kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan
kesejahteraan rakyat. Soepomo pada hari kedua juga mengusulkan 5 asas, yaitu
persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah, dan keadilan
sosial. Pada hari ketiga, Soekarno mengusulkan juga 5 asas. Kelima asas itu,
kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, persatuan dan
kesatuan, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang Maha Esa, yang pada akhir
pidatonya Soekarno menambahkan bahwa kelima asas tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang disebut dengan Pancasila, diterima dengan baik oleh peserta
sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari lahirnya
pancasila.
Pada tanggal 17
Agustus 1945, setelah upacara proklamasi kemerdekaan, datang berberapa utusan
dari wilayah Indonesia Bagian Timur. Berberapa utusan tersebut adalah sebagai
berikut:
Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
Latu Harhary, wakil dari Maluku.
Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
Latu Harhary, wakil dari Maluku.
Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Pada Sidang PPKI I,
yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan mengubah tujuh kata
tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengubahan kalimat ini telah
dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu Kasman
Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka
menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dan
akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD
1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasilapun ditetapkan sebagai
dasar negara Indonesia.
Dalam rapat BPUPKI
pada tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain: ”Saya mengakui, pada
waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya
dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran
kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa
kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu
terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang
lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya
“San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran
yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati
saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s
Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa
menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno
juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya
merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur.”
Piagam Jakarta berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan
pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat
Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia yang berdasar kedaulatan
rakyat, dengan berdasar kepada : Ke- Tuhanan, dengan menjalankan syari’at Islam
bagi pemeluk – kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indinesia.”
Jakarta, 22-6-1605.
Ir. SOEKARNO ;
Drs. Mohammad Hatta
Mr. A.A Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdul Kahar Muzakir
H.A. Salim ;
Mr. Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Mr. Muhammad Yamin
(Moh. Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Drs. Mohammad Hatta
Mr. A.A Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdul Kahar Muzakir
H.A. Salim ;
Mr. Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Mr. Muhammad Yamin
(Moh. Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Dengan begitu, maka
Pancasila menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan Rumus
Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus Pancasila
II ini adalah sebagai berikut ;
a).Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
b).Kemanusiaan yang adil dan beradab
c).Persatuan Indonesia
d).Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
e).Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b).Kemanusiaan yang adil dan beradab
c).Persatuan Indonesia
d).Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
e).Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumus Pancasila II ini
atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni
1945, baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat berbeda dengan Rumus
Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno tanggal 1 Juni 1945.
Pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima, sedangkan pada
Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah dengan anak
kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada pada sila
pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan Indonesia pada Rumus
Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga. Demikian juga
pada Rumus Pancasila I, Internasionalisme atau peri kemanusiaan, yang berada
pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang berbeda pada
sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu
menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus Pancasila
I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila keempat, baik redaksinya, maka
Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai pengertian yang jauh berbeda
dengan Pancasila pada Rumus I.
Hari Kesaktian
Pancasila
Pada tanggal 30
September 1965, adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Pemberontakan
ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.
Hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya
kudeta. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya
tersebut mengalami kegagalan. Maka 30 September diperingati sebagai Hari
Peringatan Gerakan 30 September G30S-PKI dan tanggal 1 Oktober ditetapkan
sebagai Hari Kesaktian Pancasila, memperingati bahwa dasar Indonesia,
Pancasila, adalah sakti, tak tergantikan
Pada Jaman Orba
Pada masa Orde Lama
misalnya, Pancasila menjadi ideologi murni . Pancasila lebih banyak berada
dalam ranah idealisasi. Artinya pemikiran Pancasila lebih ke ide, gagasan,
konsep yang dijadikan pegangan seluruh aspek kehidupan Pancasila seakan-akan
ada di awang – awang karena hanya berupa dogma yang sulit diterjemahkan.
Pada era tersebut
ideologis Pancasila masih didominasi oleh kehebatan karisma Bung Karno. Apa
yang keluar dari pidato bung Karno adalah selalu dielu-elukan masyarakat yang
saat itu sangat eforia dengan kebebsan setelah masa penindasan Belanda dan
jepang. Setiap pidato tentang Pancasila yang terucap dari mulut Bung karno akan
ditelan masyarakat sebagai harga mati bagi ideologi bangsa.
Jaman Orde Baru
Pada masa Orde Baru
penguasa menjadikan Pancasila sebagai Ideologi politik, hal ini bisa dilihat
dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan keharusan
elemen masyarakat (orpol dan kemasyarakatan serta seluruh sendi kehidupan masyarakat
) yang harus berasaskan Pancasila.
Berbeda dengan saat
era orde baru yang didominasi karismatik Bung Karno. Pada era orde Baru
Pancasila harus diterima masyarakat melalui indomtrinasi dan pemaksaan dalam
sistem pendidikan nasional yang membuat Pancasila melekat erat dalam kehidupan
bangsa.
Era orde baru
itu pemerintah menggunakan Pancasila sebagai “alat” untuk melegitimasi
berbagai produk kebijakan. Dengan berjalannya waktu muncul persoalan yaitu
infrastruktur politik terlalu larut dalam mengaktualisasi nilai dasar, sehingga
mulai muncul wacana adanya berbagai kesenjangan di tengah masyarakat .
Kondisi ini ditambah
dengan bergulirnya globalisasi yang menjadikan tidak adanya lagi sekat-sekat
pemisah antarnegara sehingga pembahasan dan wacana yang mengaitkan Pancasila
dengan ideologi atau pemahaman liberalisasi, kapitalisasi dan sosialisasi tak
terelakkan lagi. Dibandingkan dengan ideologi liberal misalnya maka pemecahan
persoalan yang terjadi akan mudah karena ideologi liberal mempunyai konsep
jelas ( kebebasan di bidang ekonomi, ketatanegaraan, agama) demikian juga jika
ideologi sosialis (komunis) menjawab persoalan pasti rumusnya juga jelas yaitu
dengan pemusatan pengaturan untuk kepentingan kebersamaan. Pada pertengahan
Orba mulai banyak wacana yang menginginkan agar Pancasila nampak dalam
kehidupan nyata, konkret, tidak angan-angan semata ( utopia ). Itu berarti
Pancasila menjadi ideologi praktis.
Pancasila diposisikan
sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang
digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi
pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi
Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik
rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen
sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai
trauma sejarah yang harus dilupakan.
Era Reformasi
Penolakan terhadap
segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa
Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di
masa lalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara
sistematis, terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata
ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah
sebagai “tidak Pancasilais” atau “anti Pancasila” .
Pada era reformasi
pola pikir masyarakat perlahan bergeser. Masyarakat menginginkan sinergi antara
apa yang ada pada nilai dasar, nilai instrumen dan nilai praktis dan tidak mau
terulang lagi perwujudan bentuk sebagai ideologi murni, ideologi politik
semata. Pancasila Artinya antara antara falsafah, ideologi, politik dan
strategi harus dijalankan secara sinergis dan kesemuanya ditujukan untuk mewujudkan
tujuan yang dikehendaki seluruh bangsa yaitu mewujudkan civil society,
social justice, welfare state.
Sepanjang reformasi
Pancasila seakan akan merupakan objek menarik yang dijadikan acuan pencapaian
keseluruhan proses reformasi. Pancasila harus selalu menjadi acuan pencapaian
tujuan Negara Indonesia . Pertanyaannya, Pancasila dalam konteks yang mana.
Harus dibedakan apakah sebagai pandangan (falsafah)bangsa, ideologi maupun
sebagai dasar negara.
Kerancuan dan
perbedaan persepsi yang berkembang di masyarakat tidak terlepas dari perbedaan
pemahaman tentang tatanan nilai dalam kehidupan bernegara yang belum berjalan
secara sinergis, yaitu antara nilai dasar, nilai instrumental dan nilai
praktis. Nilai dasar adalah asas yang kita terima sebagai dalil yang setidaknya
bersifat mutlak. Kita menerima sebagai sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan
lagi. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum dari nilai dasar yang biasanya
berupa norma sosial maupun norma hukum yang akan dikonkretkan lagi oleh
pemerintah dan para penentu kebijakan. Sifatnya dinamis dan kontekstual. Nilai
ini sangatlah penting karena merupakan penjabaran dari nilai dasar dalam wujud
konkret sesuai perkembangan masyarakat. Bisa dikatakan nilai ini merupakan
tafsir positif dari nilai dasar. Berikutnya adalah nilai praktis yaitu nilai
yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari di
masyarakat.
Seharusnya semangat
yang ada pada realitas masyarakat sama dengan yang ada pada nilai dasar dan
instrumental, karena dari kajian inilah akan diketahui apakah nilai dasar dan
instrumental telah betul betul ada di tengah tengah masyarakat. Berangkat dari
pemikiran tersebut maka penataanya bisa diurutkan dengan falsafah, ideologi,
politik dan strategi (mainstream). Falsafah dan ideologi pada nilai
dasar, politik dan strategi di nilai instrumental. Sedang konkretisasi di
masyarakat adalah nilai praktis yang harus diupayakan untuk mengimplementasikan
nilai dasar dan instrumental.
Reformasi dan
demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kita
menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa
dan bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk
ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukan relevansinya di tengah menguatnya
paham radikalisme, fanatisme kelompok dan kekerasan yang mengatasnamakan agama
yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi
terus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan
kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi
kontraproduktif bagi perjalanan bangsa yang multikultural ini. Fenomena
fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dan tindakan teror kekerasan
tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang beradab, etis
dan eksotis serta menjunjung tinggi keberagaman dan menghargai perbedaan masih
jauh dari kenyataan.
sumber : wikipedia dan
berbagai sumber lainnya
1 komentar:
Why Casinos Have The Best Slots - Dr.MD
For a good selection 대전광역 출장안마 of casino games, 논산 출장안마 the 당진 출장안마 Best Casinos Have the Best Slots of the World. For good selection of 충주 출장마사지 casino games, the Best Casinos 태백 출장샵 Have the Best Slots of the World.
Posting Komentar